Membumikan Pemikiran dan Tingkah Laku Gus Dur mengenai Nilai-nilai Indonesia Secara Utuh

pemikiran gusdur

Modernis.Co, Pandeglang – Dalam rangka menyemarakan bulan suci ramadhan, setiap hari Sabtu malam Minggu pukul 21.00 WIB, GUSDURian Pandeglang mengadakan Tadarusan Buku Prisma Pemikiran Gusdur yang akan membahas beberapa bab atau tema yang sesuai dengan konteks zaman sekarang. Tadarusan dilakukan dengan menggunakan aplikasi Zoom Meeting dan disiarkan secara langsung di laman Facebook GUSDURian Pandeglang.

Masing-masing akan dilakukan pada tanggal 25 April, 2 dan 8 Mei 2020.
Buku Prisma Pemikiran Gusdur merupakan kumpulan tulisan Gusdur yang dimuat di majalah Prisma pada kurun waktu 70-an sampai 90-an. Buku ini sendiri diterbitkan pada bulan November tahun 1999 dimana pada saat yang sama Gusdur sedang menjabat sebagai presiden. Lebih dari itu, buku ini sangat menarik untuk dibahas dan dikaji secara lebih jauh karena berisi tulisan-tulisan Gusdur yang panjang dan mengandung analisa yang mendalam mengenai berbagai permasalahan bangsa yang tak lekang oleh waktu.

Karena sebab itulah, GUSDURian Pandeglang menentukan buku Prisma Pemikiran Gusdur sebagai tema tadarusan buku di tahun 2020 ini. Mengingat bahwa bangsa ini sedang dilanda oleh badai permasalahan. Terutama merebaknya pandemi Covid-19 yang merangsek berbagai elemen bangsa. Pandemi ini bagaikan Pain yang memporakporandakan desa Konoha pada serial anime Naruto dalam waktu sekejap.

Apakah kita bisa pulih kembali sebagai bangsa yang utuh layaknya desa Konoha kala itu? Tentu saja bisa. Kita jangan sampai lupa dengan nilai-nilai adiluhung bangsa Indonesia yang bisa jadi obat pesakitan negeri. Melalui buku Prisma Pemikiran Gusdur yang diaji dan dikaji, kita diingatkan kembali akan nilai-nilai luhur bangsa yang kita miliki.

Maka dari itu, tadarusan pertama menyoal salah satu tulisan Gusdur yang bertajuk “Nilai-Nilai Indonesia: Apakah Keberadaannya Kini?” yang berlangsung selama kurang lebih satu jam setengah dari pukul 21.00-22.30 WIB.
Sebagai pemantik, Gus Idris Mas’udi memaparkan secara gamblang isi yang tersurat maupun tersirat dari bab 7 ini. Mulai dari nilai apa saja yang membentuk bangsa Indonesia dewasa ini sampai dengan bagaimana cara kita menginternalisasikan pemikiran dan tingkah laku Gusdur dengan konteks masa kini.

“Pada bagian awal, Gusdur mengutip pendapat Mochtar Lubis yang menilai bangsa ini sebagai bangsa yang malas, pasif jika dihadapkan dengan tantangan, dan tidak mampu melakukan sesuatu atas dasar prakarsa sendiri.” Tuturnya.

Namun di samping itu, lewat tulisannya ini pula Gusdur menjelaskan bahwa sebenarnya bangsa ini merupakan bangsa yang ramah, tepo seliro, dan memiliki semangat gotong royong yang tinggi. Nilai-nilai inilah yang menjadi harapan kita saat ini.

Tetapi, akankah benar demikian? Lalu bagaimana cara kita membumikan pemikiran-pemikirannya itu? Menurut wakil sekretaris Lakpesdam PBNU ini tentu saja kita harus mempu mencerna inti dari tulisan Gusdur dan mempraktekannya di tengah masyarakat.

“Hal tersebut haruslah dimulai dengan mengkaji pemikiran-pemikiran beliau, lalu ambil saripatinya, dan mengkontekstualisasikan dengan zaman sekarang.” Jelasnya.

Cara di atas merupakan salah satu cara menginternalisasikan pemikiran-pemikiran Gusdur mengenai nilai-nilai Indonesia. Lebih jauh, beliau menyebutkan tiga cara pendekatan Al-Jabiri: Pertama, kita harus memisahkan diri dengan objek yang kita baca. Kedua, mencari nilai-nilai yang relevan dengan kondisi saat ini. Ketiga, menyambungkan kembali dengan teks yang kita baca lalu mengkontekstualisasikan dengan masa kini.

Kemudian, Gus Idris juga mengingatkan kepada peserta diskusi bahwa jangan sampai kita melupakan nilai dan tradisi yang sudah mengakar sejak dulu, karena bagaimanapun nilai-nilai itu telah berkontribusi membentuk Indonesia hari ini.

“Pencarian jati diri bangsa harus tetap dilakukan dengan catatan jangan sampai kita menegasikan diri sebagai bangsa, tetapi di sisi lain memutuskan ikatan masa lampau yang telah dijalani leluhur negeri kita,” ungkapnya.

Sangatlah menarik mengaji dan mengkaji pemikiran Gusdur yang sulit untuk didefinisikan hanya sebagai seorang intelektual saja. Karena bagaimanapun Gusdur juga seorang politikus dan pemimpin agama. Biasanya langkah dan manuver Gusdurlah yang sulit untuk ditebak dan tak jarang disalahartikan.

Salah satu peserta diskusi pun menambahkan bagaimana mensistemisasi pemikiran Gusdur yang seringkali kita salah pahami. Bukan hanya kita, bahkan para kiyai pun tak jarang menyerang tokoh kontroversial ini karena tidak memahami pemikiran dan tingkah lakunya secara utuh.

“Konsep dan nilai yang ditawarkan Gusdur memang melahirkan dentuman besar. Untuk itu jangan sampai hanya menjadi artefak teoritik yang tidak mampu berpijak di bumi. Khususnya bumi Indonesia.” Pungkasnya.
Indonesia bisa bangkit. Asal mempraktikkan nilai-nilai bangsa yang sudah mengakar dan mengekor sejak pondasi bangsa ini dibangun seperti apa yang sudah diingatkan Gusdur lewat tulisan Bapak Pluralisme ini yang berjudul: “Nilai-Nilai Indonesia: Apakah Keberadaannya Kini?”

Sebagai informasi, tadarusan akan dilakukan kembali di minggu selanjutnya. Tepat pada tanggal 2 Mei 2020 dengan jam yang sama dan akan mengkaji tema selanjutnya yaitu bab 8: “Pesantren: Pendidikan Elitis atau Populis”. (MR)

editor
editor

salam hangat

Related posts

Leave a Comment